Suzuki Tutup Pabrik Di Thailand, Beri Dampak Positif ke Indonesia
Suzuki Motor Corporation telah mengumumkan rencana mereka untuk menghentikan produksi kendaraan bermotor di Thailand. Penutupan pabrik Suzuki di negara ini akan dimulai pada tahun 2025. Keputusan ini didasarkan pada rencana pengembangan kendaraan elektrifikasi, termasuk mobil listrik dan hybrid. Langkah itu disebut-sebut bagian dari upaya perusahaan untuk mempromosikan netralitas karbon dan elektrifikasi secara global, Suzuki mempertimbangkan optimasi lokasi produksi di seluruh grupnya.
Sebagai informasi, Pabrik Suzuki di Provinsi Rayong, Thailand, telah beroperasi selama 12 tahun dengan kapasitas produksi hingga 60.000 unit. Pabrik ini mempekerjakan sekitar 800 orang dan memproduksi model-model populer seperti Celerio, Ciaz, dan Swift. Meskipun pabrik di Thailand ditutup, Suzuki akan tetap menyediakan layanan penjualan dan purna jual dengan mengimpor kendaraan utuh (CBU) dari negara-negara produsen mobil Suzuki, termasuk Jepang, India, dan Indonesia.
Seperti yang diketahui, saat ini industri otomotif di Thailand menghadapi tantangan, termasuk persaingan dari merek-merek asal China dan tekanan untuk memproduksi lebih banyak kendaraan listrik dan hybrid. Berdasarkan data Federasi Industri Thailand (FTI), sekitar 1.600 sampai dengan 1.700 pabrik telah ditutup pada awal tahun ini karena penjualan di pasar domestik menurun dan ekspor melambat apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Ketua FTI, Kriengkai Thiennukul, menyatakan bahwa Thailand tidak lagi dapat disebut sebagai "Detroit-nya Asia," karena Malaysia telah mengambil peran tersebut.
Dampak Positif Bagi Indonesia
Penutupan pabrik Suzuki di Thailand menandai era baru bagi perusahaan ini. Namun, di balik keputusan ini, terdapat implikasi positif bagi Indonesia. Nantinya, produk Suzuki di Thailand akan diimpor secara utuh (Completely Built-Up/CBU) dari beberapa negara produsen mobil Suzuki, termasuk Jepang, India, dan Indonesia.
Peran Indonesia menjadi kunci dalam strategi baru Suzuki. Saat ini, PT Suzuki Indomobil Motor (SIS) di Cikarang telah mengekspor beberapa model ke Thailand, seperti Ertiga, XL7, dan juga Carry. Kemungkinan besar, ekspor model-model ini akan semakin ditingkatkan untuk memenuhi permintaan di pasar Thailand setelah penutupan pabrik dilakukan.
Keputusan Suzuki untuk menutup pabrik di Thailand merupakan langkah strategis untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi pasar. Selain memenuhi misi karbon netral, diharapkan langkah ini akan membantu Suzuki meningkatkan efisiensi dan daya saingnya di Thailand.
Penutupan pabrik Suzuki di Thailand juga mengingatkan kita tentang ketatnya persaingan di industri otomotif. Merek-merek baru, seperti BYD, MG, Neta, dan GWM, terus bermunculan dan memberikan tekanan besar bagi merek-merek tradisional seperti Suzuki.
Ignis Dilarang di Australia
Kabar lainnya mengenai Suzuki juga datang dari Australia. Dilaporkan jika Suzuki Ignis, sebagai salah satu city car yang diminati, menghadapi tantangan. Teknologi yang ada pada model ini membuatnya tidak memenuhi regulasi di beberapa negara, termasuk Australia, dan penjualannya pun terancam dihentikan.
Melansir dari pemberitaan yang diterbitkan Drive.com.au, Ignis hanya diberikan waktu sembilan bulan lagi oleh pihak pemerintah sebelum penjualannya dihentikan di Australia. Perintah penghentian penjualan itu alasannya adalah karena teknologi yang dimilikinya tidak sesuai dengan regulasi terbaru.
Sebagai informasi, regulasi di Australia mewajibkan setiap mobil dilengkapi dengan fitur Autonomous Emergency Braking (AEB) yang berfungsi untuk mengambil alih pengereman secara mendadak dan mencegah terjadinya kecelakaan dengan pejalan kaki atau kendaraan lain.
Model-model baru yang diperkenalkan sejak Maret 2023 harus mematuhi persyaratan ini. Kendaraan yang sudah ada di diler diberi waktu untuk melakukan peningkatan agar sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Apa Reaksi Kamu?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow