Pemerintah Batal Beri Insentif Untuk Kendaraan Hybrid
Beritadata - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa tidak ada penambahan insentif PPnBM DTP untuk industri otomotif. Pemerintah tetap memberikan insentif dalam bentuk kelonggaran pajak untuk mobil listrik (electric vehicle/EV), tetapi tidak untuk kendaraan hybrid.
"Untuk kebijakan otomotif, sudah ada keputusan sebelumnya, sehingga tidak ada perubahan atau penambahan kebijakan baru," ujar Airlangga dalam konferensi pers di kantornya di Jakarta, Senin (5/8).
Menurut Airlangga, penjualan mobil hybrid meningkat dan bahkan dua kali lipat lebih baik dibandingkan penjualan Battery Electric Vehicle (BEV). Pemerintah akan tetap fokus pada insentif untuk mobil berbasis baterai.
“Apabila dilihat, volume transaksi mobil hybrid diketahui hampir dua kali lipat dari penjualan BEV. Produk hybrid sudah berjalan dengan mekanisme yang ada saat ini. Kita harus mendorong electric vehicle lebih cepat lagi. Dari pameran otomotif kemarin, hasilnya cukup baik untuk mendorong penjualan," jelas Airlangga, mengutip dari CNN Indonesia.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, mengatakan bahwa insentif fiskal di sektor otomotif sudah cukup baik untuk mendorong pertumbuhan, terbantu dengan pameran otomotif GIIAS 2024.
"PPnBM DTP sudah diputuskan tidak diberikan lagi, karena walaupun Kuartal I agak menurun, hasil dari GIIAS kemarin cukup bagus untuk hybrid," kata Susiwijono.
Meski begitu, dia mengakui bahwa industri otomotif memang meminta insentif fiskal PPnBM DTP untuk penjualan mobil konvensional seperti saat pandemi Covid-19, karena penjualan sempat turun 19% pada semester I 2024 dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Surat dari Gaikindo sedang kami pelajari. Tapi hasil dari kemarin menunjukkan penjualan hybrid cukup baik. Ini tetap akan dievaluasi," tambahnya.
Hybrid Lebih Mahal Dari LCGC
Pakar Otomotif dan akademisi Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menyatakan bahwa tanpa insentif, harga mobil hybrid segmen low akan tetap lebih tinggi dibandingkan dengan Low Cost Green Car (LCGC) konvensional.
Tanggapan Yannes berkaitan dengan keputusan Airlangga yang tidak memberikan insentif tambahan untuk industri otomotif tahun ini, termasuk mobil hybrid. Alasannya adalah karena insentif fiskal saat ini seperti untuk mobil listrik, penjualan mobil, termasuk jenis hybrid, masih cukup bagus.
"Tanpa insentif, harga mobil hybrid segmen rendah akan tetap lebih tinggi dibandingkan mobil LCGC konvensional, sehingga kurang menarik bagi konsumen kelas menengah yang sensitif terhadap harga," ujar Yannes kepada Kontan, Rabu (7/8).
Ia melanjutkan bahwa dengan adanya rilis mobil hybrid baru, Agen Pemegang Merek (APM) akan lebih banyak mengimpor mobil hybrid baru dari India, Thailand, maupun China, memanfaatkan kemudahan ASEAN-China Free Trade Area atau ASEAN-India FTA.
“Para APM yang bakal semakin gencar impor mobil hybrid baru dari India, Thailand, atau juga Cina, dan bukannya pabrikan lokal. Jadi bukan pabrikan, melainkan para pedagang," tambahnya.
Yannes memperkirakan penjualan mobil hybrid pada semester II 2024 hingga akhir tahun ini akan memiliki peluang berkembang terbatas, karena harus bersaing dengan BEV yang harganya semakin terjangkau.
“Untuk sekarang ini, harga BEV kian dekat dengan harga kendaraan LCGC yang unitnya makin banyak di pasar Indonesia sejak GIIAS tempo hari. Tipe tersebut lebih modern, dengan teknologi terbaru, dan mendapatkan insentif lebih besar, sehingga menjadi pesaing utama bagi mobil hybrid," jelasnya.
Penjualan mobil baru di Indonesia mengalami penurunan signifikan. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan bahwa penjualan mobil wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) dari Januari hingga Juni 2024 hanya sebanyak 408.012 unit, turun 19,4% ketimbang catatan untuk periode yang sama di tahun lalu, di mana jumlahnya ada 506.427 unit. Penjualan retail juga menurun.
Data yang sama mencatat bahwa penjualan retail mobil baru sepanjang semester pertama 2024 hanya sebanyak 431.987 unit, turun 14% dibandingkan Januari-Juni 2023 yang mencatatkan 502.533 unit.
Honda Tetap Produksi
Insentif hybrid yang diusulkan oleh beberapa pabrikan kendaraan di Indonesia ditolak oleh pemerintah. Keputusan pemerintah untuk tidak memberikan insentif untuk model hybrid ini didasarkan pada penjualan kendaraan hybrid yang menggunakan kombinasi mesin konvensional dan baterai yang dua kali lebih besar dibandingkan jenis BEV atau model listrik murni.
Menanggapi keputusan tersebut, PT Honda Prospect Motor (HPM) tetap menghormati kebijakan pemerintah, karena mereka percaya kebijakan tersebut mempertimbangkan banyak aspek untuk mendukung ekonomi dan pertumbuhan industri.
"Pada dasarnya, kami percaya bahwa setiap kebijakan pemerintah pasti mempertimbangkan berbagai aspek untuk mendukung ekonomi dan pertumbuhan industri," jelas Billy, perwakilan HPM, melalui pesan elektronik kepada Liputan6.com.
Billy menjelaskan bahwa Honda sudah memiliki strategi untuk pengenalan model hybrid berdasarkan regulasi saat ini. Namun, dengan adanya insentif, penjualan dari segmen tertentu bisa meningkat lebih cepat.
“Kami pada dasarnya cukup yakin jika pemberian insentif berpeluang meningkatkan permintaan konsumen dan berdampak positif di pasar otomotif secara keseluruhan,” tutupnya.
Apa Reaksi Kamu?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow