ads
Opsen Pajak dan Kenaikan PPN Bakal Tekan Industri Otomotif

Opsen Pajak dan Kenaikan PPN Bakal Tekan Industri Otomotif

Smallest Font
Largest Font

Beritadata - Industri otomotif diperkirakan akan menghadapi tekanan yang lebih besar pada tahun depan seiring dengan rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% dan kebijakan opsen pajak

Rencana pemerintah untuk menerapkan tarif PPN 12% mulai 1 Januari 2025 telah memicu berbagai tanggapan. Meskipun mendapat penolakan dari berbagai kalangan, pemerintah bersama DPR tampaknya tetap akan merealisasikan kebijakan ini sesuai jadwal. Namun, muncul wacana bahwa penerapan tarif ini akan bersifat selektif, sehingga tidak semua barang dan jasa akan dikenakan tarif tersebut.

Kenaikan tarif ini menuai kekhawatiran karena dinilai dapat melemahkan daya beli masyarakat dan berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi. Laporan dari Center of Economic and Law Studies (Celios) menunjukkan bahwa kebijakan ini berpotensi mengurangi Produk Domestik Bruto (PDB) hingga Rp65,3 triliun, dengan konsumsi rumah tangga tergerus sebesar Rp40,68 triliun. Celios mencatat bahwa dampak terbesar akan dirasakan oleh masyarakat kelas menengah bawah, terutama generasi muda seperti Gen Z.

Celios juga mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan penurunan tarif PPN menjadi 8%, yang diprediksi dapat meningkatkan PDB hingga Rp133,65 triliun. Menurut Celios, ruang untuk penyesuaian tarif tetap tersedia, mengingat undang-undang menetapkan rentang tarif antara 5% hingga 15%.

Industri otomotif, yang sudah mengalami penurunan penjualan hingga 15% akibat lemahnya daya beli dan akses kredit, menganggap kenaikan PPN 12% sebagai langkah yang kurang tepat. Bob Azam, Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, menyatakan bahwa kebijakan ini dapat menekan penjualan domestik di bawah target tahun ini. Ia juga menekankan pentingnya stimulus fiskal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ketimbang menaikkan tarif pajak yang justru berisiko menurunkan penerimaan negara.

Selain PPN, kekhawatiran juga muncul terkait opsen pajak. Opsen pajak adalah tambahan pungutan berdasarkan persentase tertentu sesuai dengan UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Bob Azam menyoroti bahwa peningkatan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) akan menambah beban bagi industri. Ketua Umum Gaikindo, Yohannes Nangoi, juga menyampaikan keprihatinannya, terutama karena beban tambahan ini dapat menghambat pertumbuhan industri otomotif dan mempengaruhi daya beli konsumen.

Ketua I Gaikindo, Jongkie D. Sugiarto, menambahkan bahwa kebijakan perpajakan baru ini dapat menaikkan harga mobil baru hingga 7%, tergantung pada kebijakan pemerintah daerah terkait opsen pajak. Ia mengimbau pemerintah daerah untuk lebih bijaksana dalam menetapkan tarif agar tidak menghambat penjualan kendaraan, yang dapat berujung pada penurunan pendapatan daerah.

Secara keseluruhan, industri otomotif berharap pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan ini agar tidak berdampak negatif pada penjualan kendaraan, produksi, dan lapangan kerja di sektor tersebut. Kebijakan yang terlalu drastis berisiko mengganggu stabilitas industri dan memperlambat pemulihan ekonomi nasional.

Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025 memberikan dampak signifikan terhadap berbagai sektor, termasuk otomotif. Kebijakan ini diprediksi akan menekan daya beli konsumen, terutama untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Harga jual kendaraan baru, baik mobil maupun motor, diperkirakan meningkat drastis, membuat banyak konsumen menunda pembelian. Akibatnya, penjualan kendaraan domestik diproyeksikan menurun hingga 15%, mempengaruhi target pasar yang sebelumnya optimis mencapai penjualan satu juta unit per tahun.

Selain itu, beban tambahan seperti opsen pajak yang memungkinkan pemerintah daerah memungut pungutan tambahan atas pajak kendaraan bermotor, dikhawatirkan memperburuk kondisi ini. Industri otomotif menghadapi risiko turunnya efisiensi produksi dan pendapatan, yang dapat berdampak pada stabilitas keuangan perusahaan. Para pelaku industri pun menyerukan agar pemerintah mempertimbangkan kebijakan yang lebih adaptif terhadap kondisi ekonomi saat ini, untuk mencegah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Tim Editor
Daisy Floren

Apa Reaksi Kamu?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow
ads

Paling Banyak Dilihat

ads
ads